Sekjen Pimpinan Pusat Nasyiah Aisyiyah (Putri Muhammadiyah) 2012-2016 ini menjelaskan, adanya asumsi bahwa perempuan ujungnya jadi ibu rumah tangga saja kini semakin ternegasikan. Apalagi, sebelum posisi Ketua DPR yang dijabat Puan, sebelumnya juga sudah ada contoh dimana sosok perempuan menempati posisi sebagai presiden, yakni Megawati Soekarnoputri.
"Karena itu, di momentum kita menyambut Hari Kartini (21 April) tahun ini, perempuan tidak perlu ragu, karena sejatinya memiliki hak dan kesempatan yang sama dalam mengejar mimpi dan cita-citanya, baik dalam konteka mengenyam pendidikan tinggi, meniti karir, hingga kesempatan di ruang politik serta jabatan publik," ujar Ulfah.
Lebih lanjut, Ulfah mengatakan bahwa spirit Kartini untuk masa kini terimolementasikan dalam perempuan yang memiliki semangat juang tinggi, kepercayaan diri, dan yakin terhadap kemampuan yang dimiliknya. Spirit itulah yang menjadikan perempuan memiliki keinginan untuk memerdekakan dirinya, dan memiliki prinsip hidup yang kuat.
"Kehadiran Ibu Puan Maharani sebagai perempuan pertama yang menjadi ketua DPR memberikan contoh baik dan harapan kedepan bahwa jika perempuan diberikan kesempatan mengakses berbagai sumber daya dan berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, maka perempuan memiliki potensi yang luar biasa dalam pembangunan," ujar Ulfah.
Apalagi, kata Ulfah, dari sisi nilai keagamaan, khusuanya di dalam ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW, dan tertera langsung dalam Alquran juga sangat tegas untuk dijadikan pijakan yang relevan dalam hak asasi perempuan (HAP), yakni untuk mengangkat martabatnya dan menjauhkannya dari praktik perlakuan diskriminatif.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S al Hujurat ayat 13, yang artinya:
"Wahai manusia Kami ciptakan kamu dari lelaki dan perempuan dan Kami jadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah yang paling bertaqwa kepada-Nya," (Q.S. al Hujurat, 13)
Ayat yang pernah disitir oleh Presiden Indonesia pertama, Ir Soekarno dalam pidato To Build the World A New di hadapan Sidang Umum PBB pada tanggal 30 September 1960 yang 'mengguncang' dunia itu akan selalu relevan untuk membangun kesadaran betapa dengan alasan apapun perempuan tidak berhak mendapatkan perlakuan yang diskriminatif.
Editor : Vitrianda Hilba SiregarEditor Jakarta
Artikel Terkait